WIB

Powered By Blogger

Selasa, 29 Maret 2011

Kehidupan

Kehidupan merupakan sebuah pulau di lautan kesepian, dan bagi pulau itu bukit karang yang timbul merupakan harapan, pohon merupakan impian, bunga merupakan keheningan perasaan, dan sungai merupakan damba kehausan.

Hidupmu laksana pulau yang terpisah dari pulau dan daerah lain. Entah berapa banyak kapal yang bertolak dari pantaimu menuju wilayah lain, entah berapa banyak armada yang berlabu di pesisirmu, namun engkau tetap pulau tyang sunyi, menderita karena pedihnya sepi dan dambaan terhadap kebahagiaan. Engkau tak dikenal oleh sesama insan, lagi pula engkau terpencil dari keakraban dan perhatian.

Saudaraku.., kulihat kau duduk diatas bukit emas serta menikmati kekayaanmu, bangga akan hartamu, dan yakin bahwa setiap genggam emas yang kau kumpulkan merupakan mata rantai yang menghubungkan hasrat dan pikiran orang lain dengan dirimu.

Di mata hatiku engkau tampak bagaikan panglima besar yang memimpin balatentara, hendak menggempur benteng musuh. Tetapi setelah kuamati lagi, yang nampak hanya hati hampa belaka, yang tertempel dibalik kompor emasmu, bagaikan seekor burung yang kehausan dalam sangkar emas dengan wadah air yang kosong.

Kulihat engkau duduk diatas singgasana agung. Di sekelilingmu berdiri rakyatmu yang memuji-muji keagunganmu, menyanyikan lagu penghormatan bagi karyamu yang mengagumkan, memuji kebijaksanaanmu, dan memandangmu seakan-akan nabi yang mengejawantah.., bahkan jiwa mereka melambungkan suka ria sampai ke langit-langit angkasa. Dan ketika engkau memandang kawulamu, terlukislah pada wajahmu kabahagiaan, kekuasaan dan kejayaan, seakan-akan engkau adalah nyawa bagi raga mereka. 

Tetapi bila ku pandang lagi, engkau tampak seorang diri dalam kesepian, berdiri disamping singgasanamu, menadahkan tangan ke segala arah, seakan-akan memohon belas kasihan dan pertolongan dari hantu-hantu yang tak tampak.., juga mengemis perlindungan.., karena tersisih dari persahabatan dan kehangatan persaudaraan.

Kulihat dirimu yang sedang kasmaran pada wanita yang cantik jelita, memasrahkan hatimu pada altar kecantikannya. Ketika kulihat ia memandangmu dengan kelembutan dan kasih keibua, aku bertanya dalam hati ; "Terpujilah cinta yang mampu mengisi  kesepian pria ini dan mengakrabkan hatinya dengan hati manusia lain".

Namun.., bila kuamati lagi, kentara dalam hatimu yang bersalut cinta terdapat hati lain yang kesunyian, sia-sia meratap hendak menyatakan cintanya pada wanita, dan dibalik jiwamu yang sarat cinta, terdapat jiwa lain yang hampa, bagaikan awan yang mengembara, sia-sia menjadi titik-titik air mata kekasihmu....

Hidupmu merupakan tempat tinggal sunyi yang terpisah dari wilayah perumahan orang lain.., bagaikan ruang tengah rumah yang tertutup dari pandang mata tetangga. Seandainya rumahmu tersaput oleh kegelapan, sinar lampu tetanggamu tak dapat mengisinya. Jika kosong dari persediaan pangan, isi gudang tetanggamu tak dapat mengisinya. Jika rumahmu berdiri di sehamparan gurun, engkau tak dapat memindahkannya ke halaman orang lain, yang telah diolah dan ditanami oleh tangan orang lain. Jika rumahmu berdiri diatas puncak gunung, engkau tak dapat memindahkannya ke lembah, karena lerengnya tak dapat ditempuh oleh kaki manusia.

Kehidupanmu diliputi oleh kesunyian, dan jika bukan karena kesepian dan kesunyian itu, engkau bukanlah engkau, dan aku bukanlah aku. Jika bukan karena kesepian dan kesunyian itu, aku akan percaya manakala mendengar suaramu sebagai suaraku, atau manakala aku memandang wajahmu, itulah wajahku sendiri yang tengah memandang cermin.



Sumber : Suara Sang Guru (Kahlil Gibran)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar