WIB

Powered By Blogger

Selasa, 29 Maret 2011

Cinta dan Remaja

Seorang pemuda, dikala fajar kehidupan, duduk di meja dalam rumah yang sunyi. Sesekali ia memandang jendela langit yang bertaburkan bintang-bintang kemilau, lalu memandang lukisan gadis yang dipegangnya. Garis-garis dan warnanya menunjukan karya seniman yang menimbulkan citra tersendiri dalam hati remaja itu, yang mengungkapkan rahasia dunia keajaiban abadi.

Rona lukisan wanita itu merasuk ke dalam sanubari pemuda itu. Maka, saat itu indera pendengarannya dapat menangkap dan memahami bahasa roh yang hadir di ruangan itu, dan hatinya membara disulut oleh cinta.

Berjam-jam telah lewat, seakan-akan hanya sesaat mimpi indah, atau setahun pula dalam kehidupan abadi.

Pemuda itu meletakan lukisan itu didepannya, lantas mengambil pena, mencurahkan perasaannya pada kertas;
"Kekasih.., kebenaran agung yang menguasai alam tak dapat disampaikan dari satu insan ke insan lain melalui kata-kata manusia. Kebenaran memilih kesunyian untuk mengantarkan pengertian tentang kebenaran itu kepada jiwa-jiwa yang dicintainya.

Aku tahu, keheningan malam merupakan duta paling utama antara dua hati, karena mengandung amanat cinta dan melafaskan kidung suci hati kita. Bila Tuhan menyaksikan jiwa kita terpenjara dalam raga, ternyata cinta membuatku terpenjara oleh kata-kata dan ucapan.

Wahai kekasih.., cinta adalah nyala yang berkobar dalam hati manusia. Sejak pertemuan kita yang pertama, aku merasa seperti telah mengenalmu lama sekali, dan pada saat berpisah, aku pun tau.. tiada sesuatu yang mampu menceraikan kita.

Pandangan pertamaku terhadapmu sebenarnya bukanlah yang pertama. Saat hati kita bertemu, kau membuatku yakin akan keabadian jiwa. Saat seperti itu, alam menyingkap sadar manusia yang merasa dirinya tertekan, dan memberi amanat perihal keadilan yang abadi.

Ingatkah engkau kala kita duduk di tepi anak sungai dan saling memandang ?, tahukah engkau betapa matamu berkata padaku saat itu bahwa cintamu bukan lahir dari belas kasihan, melainkan keadilan ?, dan sekarang aku dapat menyatakan kepada dunia bahwa anugrah yang datang dari keadilan lebih utama daripada yang mengalir dari kedermawanan. Dapat pula kukatakan cinta yang hanya merupakan kebetulan belaka tidaklah berbeda daripada air mandeg di rawa-rawa.

Kekasih.., didepanku terbentang kehidupan yang dapat kuciptakan menjadi keagungan dan keindahan hidup yang bermula dengan pertemuan pertama kali, akan berjalan terus menuju keabadian.

Aku tahu, karena engkaulah aku menerima berkah kekuatan dari Tuhan, untuk dijelmakan kedalam kata-kata dan perbuatan luhur, bahkan selagi matahari menyembarkan kembang-kembang dipadang. Karena itu.., cintaku padamu akan hidup selamanya..."

Kemudian pemuda itu bangkit, berjalan lambat dan berwibawa, memintas ruangan. Melalui jendela ia memandang keluar ; tampak bulan timbul diatas cakrawala dan menyepuh langit luas dengan cahayanya yang lembut. Ia pun kembali ke mejanya, lalu menulis kembali ;

"Maafkan aku, Kekasihku.., karena aku berbicara dengan menganggapmu sebagai orang ke dua. Sungguh engkau adalah belahan jiwaku, yang tak ada didekatku sejak kita muncul dari tangan Tuhan. Maafkan aku, Kekasihku..!!"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar