WIB

Powered By Blogger

Rabu, 30 Maret 2011

Kehidupan Cinta di Musim Semi

Marilah Sayang.., mari berjalan menjelajahi perbukitan, salju telah mencair dan kehidupan telah menjaga dari kantuknya. Kini mengembara menyusur pegunungan dan jurang-jurang. Mari menapaki jejak musim semi, yang menjelang ladang-ladang jauh, dan mendaki puncak-puncak perbukitan untuk menadah ilham dari tempat ketinggian di atas hamparan ngarai nan sejuk kehijauan.

Fajar musim semi telah membeberkan gaunya dari lipatan penyimpanan ke dalam peti musim dingin. Pada pohon persik dan batang sitrus disangkutkan selendangnya, yang tampil bertebaran bagai pengantin-pengantin putih dalam perhelatan adat malam kedre.

Sulur-sulur daun anggur saling berpelukan bagai kekasih, air parit pun lincah berlompatan menari ria, di sela-sela bebatuan, menyanyikan lagu riang. Dan bunga-bunga meletup bermekaran dari jantung alam, laksana buih-buih bersembulan dari kalbu lautan.

Kemarilah Sayang.., mari mereguk sisa air mata musim dingin, dari piala kelopak bunga lili, dan menentramkan jiwa dengan gerimis nada-nada curahan simfoni burung-burung yang bernyanyi dalam gita sukacita, dan dibius angin mamiri.

Mari duduk di batu besar itu, tempat bunga fiola ungu berteduh dalam persembunyian dan meniru kemanisan mereka dalam pertukaran kasih rindu.

Persahabatan

Seorang remaja berkata ;  "Bicaralah pada kami tentang persahabatan !".

Dan dia menjawab :
"Sahabat adalah keperluan jiwa yang mesti dipenuhi. Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau tuai dengan penuh rasa terima kasih. Dan dia pulalah naungan dan pendiangmu. Karena kau menghampirinya saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa membutuhkan kedamaian.

Bila dia berbicara mengungkapkan pikirannya, kau tiada takut membisikan kata 'Tidak' di kalbimu sendiri, dan tiada kau menyembunyikan kata 'Ya'. Dan bilamana dia diam, hatimu berhenti mendengarkan hatinya ;  karena tanpa ungkapan kata dalam persahabatan, segala pikiran, hasrat, dan keinginan dilahirkan bersama dan dikongsi, dengan kegembiraan tiada terkirakan.

Di kala berpisah dengan sahabat, tiadalah kau berdukacita.., karena yang paling kau kasihi dalam dirinya, mungkin kau nampak lebih jelas dalam ketiadaan, bagai sebuah gununng bagi seorang pendaki, nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.

Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya roh kejiwaan. Karena cinta yang mencari sesuatu diluar jangkauan misterinya, bukanlah cinta.., melainkan sebuah jala yang ditebarkan :  hanya menangkap yang tidak diharapkan.

Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu. Jika dia harus tau musim surutmu, biarlah dia mengenali pula musim pasangmu. Gerangan apa sahabat itu jika kau senantiasa mencarinya untuk sekedar bersama dalam membunuh waktu ?. Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu !.

Karena hanya dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu. Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanalah ada tawa ria dan berkongsi kegembiraan.., karena dalam titisan kecil embun pagi, hati manusia menemui fajar dan gairah segar kehidupan".

Selasa, 29 Maret 2011

Cinta dan Remaja

Seorang pemuda, dikala fajar kehidupan, duduk di meja dalam rumah yang sunyi. Sesekali ia memandang jendela langit yang bertaburkan bintang-bintang kemilau, lalu memandang lukisan gadis yang dipegangnya. Garis-garis dan warnanya menunjukan karya seniman yang menimbulkan citra tersendiri dalam hati remaja itu, yang mengungkapkan rahasia dunia keajaiban abadi.

Rona lukisan wanita itu merasuk ke dalam sanubari pemuda itu. Maka, saat itu indera pendengarannya dapat menangkap dan memahami bahasa roh yang hadir di ruangan itu, dan hatinya membara disulut oleh cinta.

Berjam-jam telah lewat, seakan-akan hanya sesaat mimpi indah, atau setahun pula dalam kehidupan abadi.

Pemuda itu meletakan lukisan itu didepannya, lantas mengambil pena, mencurahkan perasaannya pada kertas;
"Kekasih.., kebenaran agung yang menguasai alam tak dapat disampaikan dari satu insan ke insan lain melalui kata-kata manusia. Kebenaran memilih kesunyian untuk mengantarkan pengertian tentang kebenaran itu kepada jiwa-jiwa yang dicintainya.

Aku tahu, keheningan malam merupakan duta paling utama antara dua hati, karena mengandung amanat cinta dan melafaskan kidung suci hati kita. Bila Tuhan menyaksikan jiwa kita terpenjara dalam raga, ternyata cinta membuatku terpenjara oleh kata-kata dan ucapan.

Wahai kekasih.., cinta adalah nyala yang berkobar dalam hati manusia. Sejak pertemuan kita yang pertama, aku merasa seperti telah mengenalmu lama sekali, dan pada saat berpisah, aku pun tau.. tiada sesuatu yang mampu menceraikan kita.

Pandangan pertamaku terhadapmu sebenarnya bukanlah yang pertama. Saat hati kita bertemu, kau membuatku yakin akan keabadian jiwa. Saat seperti itu, alam menyingkap sadar manusia yang merasa dirinya tertekan, dan memberi amanat perihal keadilan yang abadi.

Ingatkah engkau kala kita duduk di tepi anak sungai dan saling memandang ?, tahukah engkau betapa matamu berkata padaku saat itu bahwa cintamu bukan lahir dari belas kasihan, melainkan keadilan ?, dan sekarang aku dapat menyatakan kepada dunia bahwa anugrah yang datang dari keadilan lebih utama daripada yang mengalir dari kedermawanan. Dapat pula kukatakan cinta yang hanya merupakan kebetulan belaka tidaklah berbeda daripada air mandeg di rawa-rawa.

Kekasih.., didepanku terbentang kehidupan yang dapat kuciptakan menjadi keagungan dan keindahan hidup yang bermula dengan pertemuan pertama kali, akan berjalan terus menuju keabadian.

Aku tahu, karena engkaulah aku menerima berkah kekuatan dari Tuhan, untuk dijelmakan kedalam kata-kata dan perbuatan luhur, bahkan selagi matahari menyembarkan kembang-kembang dipadang. Karena itu.., cintaku padamu akan hidup selamanya..."

Kemudian pemuda itu bangkit, berjalan lambat dan berwibawa, memintas ruangan. Melalui jendela ia memandang keluar ; tampak bulan timbul diatas cakrawala dan menyepuh langit luas dengan cahayanya yang lembut. Ia pun kembali ke mejanya, lalu menulis kembali ;

"Maafkan aku, Kekasihku.., karena aku berbicara dengan menganggapmu sebagai orang ke dua. Sungguh engkau adalah belahan jiwaku, yang tak ada didekatku sejak kita muncul dari tangan Tuhan. Maafkan aku, Kekasihku..!!"

Cinta

Salahlah bagi orang yang mengira bahwa Cinta itu datang karena pergaulan yang lama dan rayuan terus-menerus.  Cinta adalah tunas pesona jiwa, dan jika tunas ini tak tercipta dalam sesaat, ia takkan tercipta bertahun-tahun atau bahkan berabad-abad.

Ketika cinta memanggilmu, maka dekatilah dia.., walaupun jalannya terjal berliku. Jika cinta memelukmu, maka dekaplah dia.., walau pedang di sela-sela sayapnya melukaimu.

Cinta tidak menyadari kedalamannya dan terasa pada saat perpisahan pun tiba. Dan saat tangan laki-laki menyentuh tangan seorang perempuan, maka mereka berdua telah menyentuh hati keabadian.

Cinta adalah satu-satunya kebebasan di dunia.., karena cinta itu membangkitkan semangat hukum-hukum kemanusiaan dan gejala alami pun tak mampu mengubah perjalanannya.

Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini, pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang.



Sumber : Mutiara Kehidupan (Kahlil Gibran)

Pandangan Pertama

Saatlah yang memisahkan garis mabuk hidup dari kesadaran. Nyala pertamalah yang menerangi wilayah dalam kalbu. Nada gaib pertamalah yang terpetik dari dawai perak hati. Saat sekilas itulah yang membuka risalah sejarah di depan mata jiwa, dan mengungkapkan segala perbuatan malam dan karya kesadaran. Maka terbukalah rahasia keabadian masa depan. Itulah benih yang dijatuhkan oleh Dewi Cinta, dan ditaburkan oleh kekasih di ladang cinta, ditumbuhkan oleh kasih sayang, dan dipanen oleh sukma.

Pandangan pertama mata kekasih bagaikan gairah yang beriak pada permukaan air, melahirkan langit dan bumi  ketika Tuhan berkehendak ; "Jadilah, maka terjadilah".



Sumber : Suara Sang Guru (Kahlil Gibran)

Waktu

Dan jika engkau bertanya, bagaimanakah tentang Waktu ?

Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak trukur. Engkau akan menyesuaikan tingkah lakumu dan bahkan mengarahkan perjalanan jiwamu menurut jam dan musim. Suatu ketika kau ingin membuat sebatang sungai, diatas bantaranya kau akan duduk dan menyaksikan alirannya.

Namun keabadian didalam dirimu adalah kesadaran akan kehidupan nan abadi. Dan mengetahui bahwa kemarin adalah kenangan hari ini, dan esok hari adalah harapan. Dan bahwa yang bernyanyi dan merenung dari dalam jiwa, senantiasa menghuni ruang semesta yang menaburkan bintang di angkasa.

Setiap diantara kalian yang tidak merasa bahwa daya mencintainya tiada batasnya ?
Dan siapa pula yang yang tidak merasa bahwa cinta sejati (walau tiada batas) tercakup didalam inti dirinya, dan tiada bergerak dari pikiran cinta ke pikiran cintapun bukan tindakan kasih ke tindakan kasin yang lain ?
Dan bukanlah sang waktu sebagaimana cinta, tiada berbagi dan tiada kenal ruang?

Tapi jika didalam pikiranmu haru mengukur waktu kedalam musim, biarkanlah tiap musim merangkum semua musim yang lain.., dan biarkanlah hari ini memeluk masa silam dengan kenangan dan masa depan dengan kerinduan.



Sumber : Sayap-Sayap Patah Sang Nabi (kahlil Gibran)

Kehidupan

Kehidupan merupakan sebuah pulau di lautan kesepian, dan bagi pulau itu bukit karang yang timbul merupakan harapan, pohon merupakan impian, bunga merupakan keheningan perasaan, dan sungai merupakan damba kehausan.

Hidupmu laksana pulau yang terpisah dari pulau dan daerah lain. Entah berapa banyak kapal yang bertolak dari pantaimu menuju wilayah lain, entah berapa banyak armada yang berlabu di pesisirmu, namun engkau tetap pulau tyang sunyi, menderita karena pedihnya sepi dan dambaan terhadap kebahagiaan. Engkau tak dikenal oleh sesama insan, lagi pula engkau terpencil dari keakraban dan perhatian.

Saudaraku.., kulihat kau duduk diatas bukit emas serta menikmati kekayaanmu, bangga akan hartamu, dan yakin bahwa setiap genggam emas yang kau kumpulkan merupakan mata rantai yang menghubungkan hasrat dan pikiran orang lain dengan dirimu.

Di mata hatiku engkau tampak bagaikan panglima besar yang memimpin balatentara, hendak menggempur benteng musuh. Tetapi setelah kuamati lagi, yang nampak hanya hati hampa belaka, yang tertempel dibalik kompor emasmu, bagaikan seekor burung yang kehausan dalam sangkar emas dengan wadah air yang kosong.

Kulihat engkau duduk diatas singgasana agung. Di sekelilingmu berdiri rakyatmu yang memuji-muji keagunganmu, menyanyikan lagu penghormatan bagi karyamu yang mengagumkan, memuji kebijaksanaanmu, dan memandangmu seakan-akan nabi yang mengejawantah.., bahkan jiwa mereka melambungkan suka ria sampai ke langit-langit angkasa. Dan ketika engkau memandang kawulamu, terlukislah pada wajahmu kabahagiaan, kekuasaan dan kejayaan, seakan-akan engkau adalah nyawa bagi raga mereka. 

Tetapi bila ku pandang lagi, engkau tampak seorang diri dalam kesepian, berdiri disamping singgasanamu, menadahkan tangan ke segala arah, seakan-akan memohon belas kasihan dan pertolongan dari hantu-hantu yang tak tampak.., juga mengemis perlindungan.., karena tersisih dari persahabatan dan kehangatan persaudaraan.

Kulihat dirimu yang sedang kasmaran pada wanita yang cantik jelita, memasrahkan hatimu pada altar kecantikannya. Ketika kulihat ia memandangmu dengan kelembutan dan kasih keibua, aku bertanya dalam hati ; "Terpujilah cinta yang mampu mengisi  kesepian pria ini dan mengakrabkan hatinya dengan hati manusia lain".

Namun.., bila kuamati lagi, kentara dalam hatimu yang bersalut cinta terdapat hati lain yang kesunyian, sia-sia meratap hendak menyatakan cintanya pada wanita, dan dibalik jiwamu yang sarat cinta, terdapat jiwa lain yang hampa, bagaikan awan yang mengembara, sia-sia menjadi titik-titik air mata kekasihmu....

Hidupmu merupakan tempat tinggal sunyi yang terpisah dari wilayah perumahan orang lain.., bagaikan ruang tengah rumah yang tertutup dari pandang mata tetangga. Seandainya rumahmu tersaput oleh kegelapan, sinar lampu tetanggamu tak dapat mengisinya. Jika kosong dari persediaan pangan, isi gudang tetanggamu tak dapat mengisinya. Jika rumahmu berdiri di sehamparan gurun, engkau tak dapat memindahkannya ke halaman orang lain, yang telah diolah dan ditanami oleh tangan orang lain. Jika rumahmu berdiri diatas puncak gunung, engkau tak dapat memindahkannya ke lembah, karena lerengnya tak dapat ditempuh oleh kaki manusia.

Kehidupanmu diliputi oleh kesunyian, dan jika bukan karena kesepian dan kesunyian itu, engkau bukanlah engkau, dan aku bukanlah aku. Jika bukan karena kesepian dan kesunyian itu, aku akan percaya manakala mendengar suaramu sebagai suaraku, atau manakala aku memandang wajahmu, itulah wajahku sendiri yang tengah memandang cermin.



Sumber : Suara Sang Guru (Kahlil Gibran)